SEMANGAT 45
Cipt : zaqiatun wafiatur rohmah
x ips 4
Pagi ini semangatku sungguh berkobar
, bagaikan semangat pejuang 45 . Seragam sekolahku bagaikan seragam tentara .
Ku jadikan tinta hitam ini bagaikan peluru menuju kemenangan .
Namaku
Lian , aku masih duduk di bangku SMA . Aku hanyalah anak seorang petani . Aku
hidup bersama kedua orang tuaku dan satu adikku perempuan yang duduk di Sekolah
Dasar . Keluarga kami dibilang kurang mampu .
Aku
bercita cita ingin menjadi seorang tentara yang gagah perkasa . Maka dari itu
aku harus selalu semangat dan harus bangkit setiap kali terjatuh . Kegiatanku
dari pagi hingga petang adalah sekolah , membantu orang tua di sawah dan
belajar , itulah rutinitasku . Setiap pulang sekolah aku membantu ayah
mencangkul sawah . Sawah - sawah ini lebar tapi itu semua bukan milik ayah
namun hanya ayah yang dibayar untuk menggarapnya .
Suatu
ketika kami mendapat musibah . Ibu sakit keras , namun kami tak punya biaya
untuk membawanya ke rumah sakit .
“Ayah , apakah aku harus
berhenti sekolah dan bekerja saja untuk biaya Ibu ?.” aku bertanya kepada ayah
.
“Tidak , kamu lanjutkan
saja sekolahmu sampai selesai , masalah biaya ibu biar ayah pinjamkan ke
renternir.” jawab Ayah.
“ Tapi , aku tidak mau Ayah
mendapat resikonya jika meminjam ke renternir.” sahutku.
“Tapi , Ayah juga ingin
kamu sekolah yang tinggi , Ayah tidak ingin kamu bernasib sama seperti Ayah.” sahut ayah .
Aku hanya tertegun diam .
Ke
esokan harinya adikku berteriak histeris ,” Mas Lian !!!.
Aku yang baru selesai
mandi langsung menuju sumber suara .
“Ada apa Dik ?”. Tanyaku
dengan panik .
“Ibu mas.. Ibu“. Jawab adikku sambil menangis.
“Ibu kenapa ?”. tanyaku
sambil mendekati ibu yang terbaring.
“Ibu tidak mau bangun ,
padahal sudah ku coba membangunkannya”. Jawab adikku lagi .
Aku coba untuk
membangunkan ibu , namun ibu tidak terbangun . Aku mulai panik , kucoba untuk
memeriksa nafasnya namun tidak ada demikian juga denyut nadinya pun tidak ada .
Keringat dingin , tenggorakan kering dan takut menyelimutiku. Aku berlari
mencari ayah. Namun ayah tidak di rumah. Aku kemudian berlari menuju sawah dan
akhirnya kutemukan ayah disana.
“Ayah,,,,!!!! Ibu tidak
mau bangun “. Teriakku.
Ayah segera bergegas dan
meninggalkan pekerjaannya dan berlari mendahuluiku pulang ke rumah. Sesampai di
rumah , ayah langsung menuju kamar ibu dan terkejut bahwa nyawa ibu sudah tidak
ada.
Seiring
waktu berganti ayah meninggalkanku dan adikku. Hidupku pun menjadi berubah
semangat membara yang kian memudar. Harapan untuk menggapai mulai punah dari
hidupku. Namun adikku tak pernah letih menyemangatiku walalu selalu ku abaikan.
Hingga suatu pagi ku jumpai adikku dalam keadaan demam. Pikiran akan kejadian
yang sudah sudah memenuhi otak ku , aku takut adikku bernasib sama seperti ibu.
Maka dari itu aku memutuskan untuk berhenti sekolah dan lebih memilih untuk
bekerja demi kesembuhan adikku. Namun soal itu adikku mengetahui hal ini dia
melarang keras , dia ingin aku untuk berhenti bekerja dan melanjutkan sekolah.
“Mas, kenapa harus
berhenti sekolah ? Mas kan sudah kelas duabelas , sebentar lagi ujian”. Tanya
adikku.
“Mas, hanya tidak mau
kehilangan kamu, Mas ingin kamu ingin kamu sembuh, agar kamu bisa menyemangati Mas lagi’. Jawabku .
“Tanpa aku sembuhpun, aku
masih akan terus menyemangati Mas Lian”. Sahut adikku .
“Tapi,,”. Belum sempat aku melanjutkan adikku berkata
“Mas biarkan aku begini,
kalau Mas sukses, Mas kan dapat
menyekolahkan aku sampai keperguruan tinggi”.
Aku hanya diam dan terharu
akan ucapan adikku.
Dalam hati “Aku harus
semangat dimi adikku dan demi ibu di surga”.
Keesokan harinnya aku
berangkat sekolah dengan semangat yang kembali menyambar. Ujian akhir nasional
sudah dekat, aku harus benar-benar
belajar lebih giat karena aku jarang berangkat di semester ini.
Ujian akhir sekolah…
Pagi-pagi
sekali aku bangun dan mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapi ujian
nanti. Aku belajar dan berdoa demi kelulusan dan nilai yang sempurna
Tiga
hari berlalu ujian pun selesai. Tinggal menunggu pengumuman kelulusan.
Hari - hari yg ditunggu pun
akhirnnya tiba. Dengan perasaan senang, deg-degan, dan takut. Aku pun
berpamitan dengan adikku untuk pergi ke sekolah mengambil pengumuman.
Sesampainya disana banyak sekali orang tua yang hadir hampir semuanya hadir ,
ya memang semuanya hadir kecuali orangtuaku. Detik-detik pengumuman kelulusan
pun sudah semakin dekat. Surat pengumuman kelulusan pun dibagi. Setelah surat
itu dibagi dan dibuka banyak sekali ekspresi wajah yang terpancar dari setiap
siswa. Ada yang kecewa, senang, terharu, marah , bahkan ada yang putus asa.
Dengan gemetar aku berlahan membuka amplop yang didalamnya terdapat pengumuman
lulus atau tidak aku. Berlahan namun pasti, kubuka surat itu. Dan didalamnya
tercantum namaku dan tertulis lulus. Betapa senangnya aku, aku langsung sujud
syukur.
Dan akhirnya aku mendapat nilai
terbaik kedua dari 320 siswa yang ada. Aku pun termasuk salah satu dari 3 siswa
berprestasi yang mendapat beasiswa. Aku melanjutkan sekolah di kemiliteran
hingga cita – citaku tercapai. Semua itu berkat semangat dan kerja keras. Dan
akhirnya kini aku hidup bersama adik perempuanku dan ayahku yang kutemukan
setahun yang lalu saat kelulusanku dulu.